Pernah Divonis Kena Kanker Payudara, Akhirnya Ini Jalan Yang Kupilih


MissAni-Kata Pepatah, 'Sehat itu mahal' sepertinya kalimat ini bukan isapan jempol belaka, karena telah terjadi padaku. Cerita dimulai saat aku merasa sakit di bagian payudaraku sebelah kiri. Setelah kuraba, ternyata ada benjolan di sebelah atasnya. Waktu itu, aku tidak langsung ke dokter tapi aku masih cari informasi di Goggle apa ari benjolan di payudara itu. Ternyata seperti perkiraanku, mungkin saja aku terdeteksi kanker payudara karena ciri awal kanker payudara itu adalah adanya benjolan dipayudara.

Tanpa menunggu besok, aku pun pergi bertemu Dokter Spesialis Internis (Penyakit Dalam) yang terkenal di Kota Medan. Setelah berjumpa Dokter, betapa terkejutnya aku mengetahui benjolan itu adalah kanker. Prediksiku benar, Sang Dokter juga mengakui kalau memang itu sel kanker dan harus dibuang. Dokter yang terkenal 'bertangan dingin' itu malah menyarankan aku untuk melakukan operasi di tempat prakteknya saat itu juga. Oh My God, rasa terkejut dan takut bertubi-tubi menghujam dadaku. Apakah penyakitku separah itu? Sampai-sampai aku harus dioperasi mendadak di ruang praktek yang sempit ini? Sejenak aku terdiam mendengar perkataan si Dokter.

Pikiranku rasanya melayang-layang, bagaimana bisa aku secepat itu memutuskan untuk dioperasi saat itu juga? Apa tidak ada ada pemeriksaan darah, tensi, dll? Karena sepengetahuanku, seorang dokter bedah bila melakukan tindakan operasi itu tidak sembarangan. Pasti ada pemeriksaan yang cermat dan teliti. Apalagi kalau sudah berurusan dengan organ dalam. Aku tercenung, namun hatiku menolaknya mentah-mentah.

"Bagaimana bu? Apakah setuju kita kerjakan sekarang di sini?" tanya Si Dokter Bedah.

Jantungku makin terasa tidak karuan. Dengan sopan kutolak tawarannya dan berkata, "Besok saja saya datang ke dokter lagi ya. Saat ini saya belum bisa kasih keputusan," jawabku dengan wajah memelas.

"Oke," balas si Dokter singkat. Tak lupa dia berkata menakutiku agar besok kembali datang. "Segera datang ya sebelum nanti bertambah parah dan harus dibuang semua payudaranya," tukas Dokter.

Oh, hatiku semakin galau dan sedih. Dalam pikiranku terus bertanya-tanya, benarkah penolakanku ini? Apakah yang harus aku lakukan? Nanti aku dioperasi atau tidak? Rasa-rasanya seharian itu galauku sudah setingkat dewa.

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk tidak kembali ke dokter itu. Aku masih penasaran dengan penyakitku, orang-orang bilang tidak ada salahnya mencari Second opinion. Lalu aku mencari tahu alamat Dokter Penyakit Dalam lainnya. Ternyata oh ternyata, dokter di sini pun berkata yang sama dengan dokter sebelumnya. Aku malah diberi memo untuk saat ini juga pergi ke rumah sakit besar agar dioperasi langsung. Ya Allah, galauku semakin parah. Namun entah mengapa, pikiranku masih sangat stabil meski hatiku sudah morat-marit. Aku bertahan dengan pendapatku bahawa tidak akan semudah itu aku mengikuti kata dokter. Harus dioperasi? Benarkah? Anehnya, para dokter yang kukunjungi ini tidak ada yang menyuruhku untuk menuju ke pemeriksaan lebih detail. Mereka hanya meraba benjolan di payudaraku saja dan langsung memvonisku untuk dioperasi. Tentu saja aku tidak percaya.

Walhasil, kuabaikan saran dari kedua Dokter yang kukunjungi. Aku langsung pulang ke rumah dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang benjolan yang ada di payudaraku ini. Dari referensi yang kubaca, ternyata untuk memvonis seseorang itu apakah menderita kanker atau tidak bukan sembarangan. Harus ada pengecekan yang lebih teliti seperti USG, Mammografi, Biopsy dan lainnya lagi. Mengetahui hal ini, galauku sedikit berkurang. Kemudian kucari lagi harus ke dokter apa yang bisa mengetahui tentang benjolan yang ada di payudaraku ini. Ternyata dokter yang harus kutuju adalah Dokter Oncology. Ternyata dari penelusuranku di Google, ada seorang Dokter Oncology bagus di Kota Medan. Dokter ini juga direkomendasikan temanku, karena dia baru saja Operasi Kelenjar Getah Bening dan berhasil. Pemeriksaan dokter ini dikenal akurat dan tidak sembarangan menyuruh pasien untuk tindakan operasi. Dokter ini lebih dulu melakukan banyak tes untuk memutuskan apakah seseorang itu pantas/tidak di operasi.

Hanya selang sehari, aku pun mengunjungi Dokter Onkology tersebut. Dia memeriksaku dan menyuruhku untuk melakukan USG, aku bertanya tentang benjolanku itu. Dokterku hanya bilang, "Kita tunggu hasil USGnya ya," katanya tanpa buru-buru memvonis.

Aku bertanya lagi, "Kenapa harus USG di laboratorium, dokter? Mengapa tidak di Rumah Sakit ini saja?" tanyaku.

Dokter pun menjelaskan, "Kalau di sini alatnya belum lengkap. Khawatir hasilnya tidak akurat. Saya mau hasil yang akurat," jawabnya.

"Ohiya. Baiklah dokter, saya akan lakukan," sahutku. Dalam pikiranku semakin tenang, 'Ini baru namanya dokter. Tidak langsung memvonis pasien dan membuat pasien stress duluan dengan penyakitnya. Karena untuk melihat penyakit apa yang diderita, dokter tidak sembarangan bertindak', pikirku. Aku sangat puas dengan kunjunganku, meski harus merogoh kantong sedikit dalam.

Sesuai arahannya, aku pergi USG payudara ke laboratorium yang diintruksikan oleh dokter. Ternyata mahal juga biayanya, namun tak mengapa karena USG ini yang menentukan apakah benjolan di payudaraku ini kanker atau bukan. Selama hampir setengah jam aku menunggu antrian, akhirnya namakupun dipanggil dan aku segera menuju ruangan. Aku diminta berganti pakaian periksa dimana sama sekali pasien tidak menggunakan bra. Alat USG kurasakan dingin menyentuh payudaraku, dengan mataku sendiri kulihat monitor USG menunjukkan indikasi tumor. Malah ada dua benjolan, satunya berukuran 0,2 cm dan satunya lagi masih sangat kecil. Duh gusti, galauku muncul lagi saat membaca hasil pemeriksaan USG yang menyatakan aku mengidap Benign Tumor (Tumor Jinak).

Setelah kucek di Google, apa itu Benign Tumor, ternyata bukan kanker namun sel tumor tidak ganas. Sedikit lega aku mengetahuinya, tapi tetap harus menunggu apa tindakan dokter. Malam ini, tidurku agak lebih tenang, tidak seperti malam-malam sebelumnya. Pagi harinya, aku berkunjung kembali ke Dokter Oncologyku untuk menyerahkan hasil USG. Kata dokter hasilnya hanya pembesaran hormon terjadi karena aku mengkonsumsi pil KB (pil kontrasepsi). Alhamdulillah, setelah sekian panjang perjalan ternyata benjolan ini bukan kanker sama sekali. Dokter pun memberiku obat untuk menetralisir hormon saja. Untung kemarin aku tidak jadi dibedel di ruang praktek si Dokter Bedah.

Hari berganti bulan, berganti tahun, tiba-tiba hatiku galau lagi. Ternyata saat kubaca-baca artikel, ada dugaan meski benjolan yang ada di payudara itu dikatakan tidak berbahaya, namun bisa juga kemungkinan menjadi ganas. Ya Rabb, bagaimana ini? Aku mulai risau, galau, gundah gulana. Kuceritakan permasalahanku dengan teman-teman, ternyata ada yang pernah pergi ke Penang (Malaysia) dan berobat di sana sampai sembuh. Biaya lebih murah dan penanganan professional. Akhirnya kuputuskan untuk terbang menuju Penang demi memeriksakan kembali apakah benjolan yang ada dipayudaraku ini kanker atau bukan. Nah guys, ceritaku tentang "Pengalaman Berobat di Penang" nantikan di postingan selanjutnya ya.

Ditulis oleh : Sariani SPd.

Komentar

  1. Alhamdulillah, tak sia-sia memang perjuangan berobat ke Malaysia ya kak. Syukurlah Allah kasih jalan terbaik. Semoga segera lanjut ceritanya kak. Tak sabar ni mau tau pengalamannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sabar ya Kina, masih kakak tulis ini dan insya Allah akan disiapkan tulisan terbaru

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaknai 4 Tahun Indonesia Kreatif

Resep Jamu Bersalin Tradisional Home Made Usai Melahirkan